Minggu, 22 Desember 2013

Surat Waktu


I
Jam-jam berdetak. Serasa detak jantung. Serasa hidup. Serasa mengancam. Bukan fatamorgana. Bukan ilusi "Itu hanya mimpi buruk sayang." Tidak ibu, itu bukan mimpi. Sebab dia nyata sekali. Dia punya kaki. Lalu aku dia ajak lomba lari. Dia cepat sangat. Aku didahului dia. Lalu dia coba kukejar. Terjerembab aku. Dia meledekku. Kalah terus aku. Dia menang lagi. Satu saat pisau dibawa dia. Lalu dia coba tusuk aku. Dengan pisau keburukan masa lalu. Lari aku tapi dia buntut aku kayak bayangan. Sudah disia-siakan aku sebagiandirinya di masa lalu makanya coba balas
dendam dia. Dia waktu. Kriiiiiiiiiiiing ! Weker teriaki aku pagi-pagi (ternyata sudah jam lima) Padahal mimpi buruk lagi. Harus cepat siap ke sekolah aku. Waktu di mimpi maupun nyata sama saja. Sama bahayanya. Sama mengancamnya.

II
Bukan kami saja yang dikejar waktu. Pegawai kantoran ibukota juga Istilah boleh modern : deadline ! Waktu mencekik. Kerjaan numpuk. Tambah udara kotor khas ibukota lagi mencekik. Akibatnya gampang gila. Mudah putus asa. Mudah gantung diri di ibukota. Buruh pabrik tak mau kalah.  Pagi pergi-lembur-malam pulang-sampai rumah subuh-pagi pergi lagi. Gaji dapat sedikit. Cukup buat makan seadanya. Cukup buat sekolahkan anak-anak di smp seatap. Tak boleh telat. Karna telat berarti dipecat. Tak dapat uang. Anak istri tak dapat makan.

III
Padahal kalau soal buang-buang waktu wakil rakyat jagonya. Waktu sidang dipakai
buat tidur. Akibatnya banyak kebijakan yang ngelantur. Bikin rakyat bingung. Makin gerah sama waktu dan para pembuang waktu. Sadarlah! Waktu bukan dipakai buat menimbun harta. Waktu  dipakai buat diisi susu dan madu. Jangan sampai saat kami berkata "waktumu sudah habis. Kembalikan mandat yang pernah kami berikan padamu dulu." setetes madu pun belum jua kau berikan kepada kami. Menurtmu apa kata si penjaga waktu di akhirat nanti?

IV
Waktu terus memburuku
hingga ke akhir
nuntut diisi susu dan madu.

Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar